It’s Just A Lost Smile
“Jadi, seperti apa tipemu?”
“Aku hanya butuh orang yang seperti diriku. Yang bila
mencintai seseorang akan mencintai sepenuh hati” Ucapku sambil menghirup aroma
coklat panas yang wanginya menentramkan jiwa.
Ari, sahabatku yang dari tadi menemaniku duduk menatap
langit, mencoba mencerna kata perkata atas jawaban dari pertanyaannya. Kadang
hidup memang seperti ini. Kau mencintai seseorang yang tak mencintaimu
sungguh-sungguh. Klise, tapi menyakitkan.
“Apa dia tidak mencintaimu?” lanjutnya.
Sejujurnya aku tidak tau perasaan seseorang dimasa laluku
seperti apa terhadapku. Apakah aku hanya persinggahan, atau aku adalah
seseorang yang diinginkan tapi terbentur keadaan, atau dia ada seseorang yang
lain disana yang dapat menjadi peluruh rindu bila ingin bertemu.
Aku meneguk kenikmatan dari gelas berisi coklat, meneguk
perlahan untuk menikmati setidaknya masih ada yang bersedia menemani walau
hanya segelas coklat.
“Aku tidak tau” Jawabku. Aku menatap Ari, sahabat yang
hampir 6 tahun selalu ada. Ya, selain coklat aku masih punya Ari untuk
dijadikan tempat berkeluh kesah dan kadang melampiaskan emosi jiwa.
Kadang aku merasa bodoh, bagaimana bisa aku tetap
mengikatkan hati pada dia yang memilih pergi. Pergi untuk menjauh dan takkan
pernah kembali. Hingga aku tersadar bahwa aku bukanlah rumah yang dia mau untuk
menjadi tempatnya tinggal dan menghangatkannya di dalam dekapan.
Suasana hening. Tak ada suara berisik yang mencoba
memecahkan keadaan saat itu hingga,
“Kamu masih belum yakin membuka hati untukku?”
Seketika aku tertawa, mencoba memecah kebisuan yang mungkin
akan segera tercipta atas pertanyaan tadi. Sedikitnya sudah tiga kali
pertanyaan ini terlontar olehnya.
“Bagaimana bisa aku membuka hati untuk sahabatku
sendiri? Aku mau kamu tetap jadi orang
baik dan tidak menjadi jahat karna sudah meninggalkanku seperti yang pernah
kualami kemarin oleh seseorang dimasa laluku.”
Coklatku mulai mendingin, aromanya pun mulai tak tercium. Kuteguk
perlahan sembari menyusun kata-kata untuk menjelaskan bahwa aku takkan membuka
hati untuk siapapun setidaknya untuk saat ini.
Lanjutku, “Aku mau kamu
tetap disini, tetap temani aku. Kalau kamu pergi, aku akan sendiri dan Cuma sama
segelas coklat seperti ini” aku tersenyum sambil menunjukkan gelas yang
kupegang ke arahnya.
“Aku suka senyum itu. Senyum
yang sempat hilang hanya karna kau kehilangan cintamu. Akhirnya sudah kembali.”
Ari mengusap kepalaku. Aku tau dia pasti menerima jawabanku walau terdengar
suaranya terasa berat. “Aku akan tetap disini, tetap temani kamu tak peduli
dengan siapa akhirnya kita berjodoh. Aku akan tetap jadi sahabatmu.”
Aku memeluknya, memeluk
sebagai seorang sahabat. Karna aku tau sahabat memang tidak akan meninggalkan.
*********
Handphoneku berdering.
Sebuah pesan bertanya, “Kak jadi pulang minggu ini?” Mama mungkin mulai
merindukanku, dia tau aku sedang menyendiri untuk menyembuhkan hati. Berharap
perasaan ini segera pulih. Pulih dari dia yang memilih pergi.
a
“Iya Ma” Balasku. Aku
kembali menatap laptop untuk membaca ulang cerpen IT’S JUST A LOST SMILE yang
baru saja kubuat. Seandainya senyumku bisa kembali dengan cepat secepat cerpen
ini tercipta mungkin aku akan bahagia.
THE END.